Cuplikan Novel Paper Of Love


                                                                  




Dengan mesra Diaz mengaitkan jemari tangannya di jemari lentik Nilam. Melangkahkan kaki penuh kebahagiaan serta memandang aneka pemandangan tanaman yang eksotik, baik yang ada di rumah kaca maupun diluar. Serta keindahan lainnya yang di pamerkan pada Kebun Raya Cibodas
"Sangat indah kicauan burung itu," kagum Nilam ketika mendengar kicauan burung.
Diaz mengangguk semangat. "Iya purple girl, seperti indah mata dan wajah kamu yang membuat aku kagum," imbuhnya dalam hati.
“Baru kali pertamanya aku ke tempat ini. Kalau aku tahu seindah ini sudah dari dulu aku kesini,” curhat Nilam. Menyesal karena tidak mengunjungi Kebun Raya Cibodas yang menyimpan keindahan dari dahulu.
"Tetapi kan sekarang kamu sudah kesini. Jadi kamu tak perlu sedih." Diaz menenangkan Nilam, mengulum senyuman khasnya membuat Nilam bergeming.
Diaz mempercepat langkahnya. Membawa Nilam berjalan masuk ke pintu masuk utama sebelah timur Kebun Raya Cibodas. Seketika membelalakan mata Nilam dan menorehkan senyuman indah di bibirnya.
Mulut Nilam menganga, takjub memandang koleksi pohon sakura yang begitu indah dan mempesona.
Nilam menoleh ke arah Diaz. "Benarkah yang aku lihat bunga sakura?" ia masih tidak percaya dengan pohon sakura yang memenuhi pandangannya.
“Iya, ini bunga sakura,” sahut Diaz berbinar-binar.
Mata Nilam berkaca-kaca, tak terasa buliran bening meleleh membasahi pipinya. Tak berapa lama ia menyeka air mata kebahagiaan itu dengan jemari tangannya. Dilihatnya dari kejauhan pohon sakura yang cantik seperti bidadari yang terbalut oleh gaun berwarna putih bersemu merah muda.
Sementara Diaz, sesekali menoleh Nilam yang tidak berkedip meneliti setiap sudut pohon sakura. Dan, dengan hati-hati ia meraih lengan Nilam membawanya lebih dekat mengamati pohon sakura.
Sontak genggaman Diaz membuat debaran jantung Nilam memburu. Namun ia tak menghiraukan itu karena matanya terkunci pada pohon sakura, pohon sakura yang memanjakan matanya karena tampak kuncup bunga yang mengembang dan bermekaran membentuk bunga sakura dengan lima buah mahkota berwarna merah muda pucat.
"Sungguh bidadari sakura yang sangat mempesona." Nilam meraih bunga sakura yang tingginya setara dengan tinggi tubuhnya, sementara senyuman menghiasi bibirnya yang terbalut Lip Aice berwarna merah muda.
'Dan kamu bidadari yang ada di hati aku, purple girl,' sahut Diaz dalam hati.
"Beruntung, aku dapat melihat bunga sakura di tempat ini tanpa balutan warna hijau dari daun yang sudah berguguran," jelas Nilam. Ia senang karena datang ke Kebun Raya Cibodas pada waktu bunga sakura menampakkan pesonanya.
Diaz mengulum senyum ke arah Nilam. "Karena aku tahu musim sakura di tempat ini pada bulan Januari sampai februari," ucapnya bersemangat. "Atau Februari sampai bulan Maret. Dan karena cuaca Februari ini mendukung bunga sakura indah, aku mengajak kamu kesini," lanjutnya ceria.
Nilam tertawa kecil. "Terima kasih Diaz, kamu membuat aku merasa hidup," imbuhnya dalam hati. Pandangan Nilam kembali diedarkan pada pohon sakura. Dilihatnya putik bunga yang dikelilingi oleh beberapa tangkai benang sari yang berwarna merang muda pucat. Selain itu di pohon sakura itu terdapat sekumpulan burung berukuran kecil yang bersorak riuh. Aku tidak akan melupakan kenangan manis Diaz. Selamanya, Nilam membatin.
"Wahai burung, coba lihat kami. Apakah kami sepasang yang serasi," pekik Diaz menatap sekumpulan burung yang bersorak riuh di pohon sakura.
Mendengar itu Nilam terkejut. Ia tidak menyangka Diaz akan melontarkan perkataan yang tidak ia harapkan, namun tak bisa ia pungkiri bahwa perkataan Diaz membuat relung hatinya bergetar hebat.
Akibat perkataan Diaz, keheningan mulai menyergapi. Namun dengan sigap Diaz mengajak Nilam bercanda membuat Nilam tertawa penuh kebahagiaan bersama Diaz dikelilingi pohon sakura dan suara kicauan burung yang indah.
Diaz menyentuh pipi lembut Nilam. 'Oh Tuhan, sungguh indah mata purple girl. Seandainya ada bayangan aku di mata indah itu,' ucap Diaz dalam hati seraya memandang Nilam penuh arti. Ia merasakan kenyamanan setiap bersama dengan Nilam, gadis yang sekarang membuat hari-harinya berwarna.
***
Tiga jam sudah Nilam berbagi canda tawa bersama Diaz tanpa lelah yang terlukis di wajahnya. Ia tak menyangka bersama Diaz membuat waktu berjalan sangat cepat yang tidak dapat ia menghentikan waktu agar kebersamaan dengan Diaz terus ia rasakan.
Bunga sakura, mungkinkan hati aku saat ini sedang indah dan mempesona seperti kamu? pikir Nilam.
Diam-diam Nilam mengulum senyum. Namun dengan cepat ia hempaskan tangan ke udara karena tersipu malu tengah mendapati Diaz yang memperhatikannya dengan penuh arti.
"Nilam, sekarang kita ke air terjun Ciismun yuk," ajak Diaz yang seketika dianggukan oleh Nilam.
Sejenak Nilam melihat jam berwarna ungu yang melingkar di pergelangan tangan kanannya yang menunjukkan pukul tiga sore. Ia berharap waktu berjalan lambat agar ia dapat menikmati setiap hembusan napasnya bersama Diaz.
"Diaz, memangnya kamu tidak lelah?" tanya Nilam.
Dengan cepat Diaz menggeleng, "Aku tidak akan lelah untuk bersama kamu," sahutnya ceria.
"Tetapi air terjun Ciismun sangat jauh dan menguras tenaga kita." Nilam menatap wajah Diaz, khawatir kalau Diaz akan kelelahan.
Diaz hanya menorehkan senyuman yang membuat Nilam bergeming dengan debaran yang memburu. Tak berapa lama Diaz meraih lengan Nilam dan melangkahkan kaki lebih cepat. Tak sabar ingin menikmati keindahan air terjun Ciismun bersama Nilam.
"Diaz, dulu aku sempat ingin ke air terjun Ciismun bersama Mona tetapi dia tidak mau. Mona bilang itu teramat melelahkan, padahal aku sudah memimpikan keindahan air terjun itu," curhat Nilam.
"Tetapi tidak dengan aku. Walaupun air terjun Ciismun terletak di bawah kaki Gunung Gede Pangrango, aku tidak akan lelah kesana bersama kamu." Diaz memandang Nilam bahagia yang dibalas dengan anggukan semangat Nilam.
Mendadak Diaz memandang Nilam dengan sorotan mata yang aneh. Membuat Nilam khawatir akan diterkam oleh tatapannya yang memburu. Dan, tak berapa lama Diaz menggendong Nilam tidak menghiraukan Nilam yang meronta minta dilepaskan. Diaz hanya fokus memandang lurus ke depan dan berjalan semangat dengan beban badan Nilam yang ia gendong.
Setelah beberapa menit Nilam tak juga berhasil membujuk Diaz menurunkannya, ia menyerah. Membiarkan tubuhnya berada dalam genggaman Diaz yang hangat dan nyaman. Merasakan hati dan pikirannya yang selama ini dipenuhi dengan kebencian pada sosok laki-laki, seolah sirna entah kemana karena sosok Diaz. Diam-diam Nilam memandang wajah Diaz dari samping, seketika perkataan Mona menyeruak memenuhi pikirannya.
"Nilam, tidak semua laki-laki itu jahat dan membuat kita terluka," ucap Mona, ketika mengunjungi makam kak Rina..
"Tidak, semua laki-laki pembunuh. Mereka jahat dan tidak mempunyai perasaan," pekik Nilam dengan nada bergetar.
Mona membelai lembut rambut Nilam, "Nilam, cinta itu anugerah dari Tuhan. Dan saat cinta datang kita tidak akan bisa mengelak." Perkataan Mona sontak membuat Nilam terkejut dan menggigit bibir bawahnya kejam.
"Tidak. Cinta bukanlah anugerah tetapi cobaan yang teramat menyakitkan. Aku tidak akan menerima cinta itu datang." Mata Nilam berkaca-kaca memandang makam kak Rina getir, "Karena cinta kak Rina pergi, dia terluka karena si cowok itu," lanjutnya seraya mengepalkan tangannya. Membayangkan wajah laki-laki yang membuat kakaknya pergi dengan cara yang teramat menyakitkan.
Mona memegang dagu Nilam, mengarahkan wajah Nilam memandang wajahnya, "Percayalah. Kamu akan dapat menilai dan mengerti apa arti cinta yang sebenarnya saat cinta menemui kamu," ucap Mona akhirnya.
"Purple girl."
Pekikan Diaz membuat Nilam terlonjak. Nilam membelalakkan mata mendapati air terjun Ciismun berada di hadapannya. Dilihatnya orang berlalu lalang bergembira menikmati pemandangan air terjun.
Setelah Nilam menetralkan pikirannya dan menghilangkan perkataan Mona yang membuatnya serba salah, ia menautkan alis. Nilam menatap Diaz yang masih setia membopongnya tanpa lelah yang bergelayut di wajahnya.
"Kamu tidak lelah?" tanya Nilam tak percaya.
"Tidak. Aku kan sudah bilang tidak akan lelah untuk bersama kamu," sahut Diaz lembut.
Mendengar perkataan Diaz, senyuman menyungging lebat di bibir Nilam. Setelah tubuhnya di turunkan oleh Diaz, ia takjub memperhatikan pemandangan yang bernuansa hutan dan berbagai suara hewan yang berhabitat di sekitarnya. Dan, pandangan matanya pun tak luput dari jenis burung dan primata.
Sejenak Nilam mengulum senyum pada Diaz. Sorot matanya memancarkan pertanda terima kasih karena telah membawanya berada diantara keindahan Kebun Raya Cibodas. Diaz, mungkin Mona benar tidak semua laki-laki itu jahat, Nilam membatin.
"Nilam, terima kasih ya kamu sudah bersedia bersama aku disini," ucap Diaz, membuat Nilam tertawa.
"Seharusnya aku yang berterima kasih. Kamu membuat hidup aku lebih indah pangeran lesung pipit," sahutnya tak menyadari perkataannya di sela-sela menghirup udara segar di sekitar air terjun.
Sementara Diaz terkejut mendengar perkataan Nilam. Hatinya berdebar hebat dan tubuhnya seolah tersengat aliran listrik yang dahsyat mendengar Nilam memanggilya 'pangeran lesung pipit'
"Walaupun waktu berlalu cepat. Aku merasakan hari istimewa ini menjadi hari terindah untuk aku." Diaz memandang Nilam, menyelipkan beberapa rambut Nilam ke belakang telinganya.
"Memangnya ini hari istimewa apa buat kamu?" tanya Nilam menyembunyikan kecangguhannya.
"Hari istimewa aku bersama kamu purple girl, dan ulang tahunku yang spesial," imbuh Diaz dalam hati.
Nilam menunduk, tersipuh malu karena Diaz memperlakukannya begitu indah. Mendapati Diaz yang tengah memandang matanya, ia segera mengalihkan pandangannya ke air terjun. Menatap dalam jatuhnya air dari ketinggian dengan deras namun sangat mempesona. Sayang, kepuasan memandang air yang melayang bebas itu tidak berlangsung lama karena Diaz membuat tubuhnya basah akibat percikan air yang Diaz lemparkan.






Pemesanan:
Kode Buku # Jumlah # Nama # Alamat # No Telepon
Format Tersebut dikirim ke:
1. E-mail promosikaifa@gmail.com
2. Inbox FB Kaifa Organizing
3. Mention Twitter @Publishingkaifa
4. SMS ke 089655771290

Comments